Review
POLA RESTRUKTURISASI
USAHA PERTANIAN
DAN USAHA KECIL
PEDESAAN SERTA IMPLEMENTASINYA
TERHADAP REPOSISI
KELEMBAGAAN KOPERASI*)
Oleh:
Togap Tambunan
Berisi :
Abstract dan Pendahuluan
Abstract
This study aims at : (1) identifying cooperative institution
flexibility in anticipating dynamic of change affected by restructure of
agriculture business; (2) analyzing participation of cooperative members in
cooperative role reposition; (3) organizing and improving model of guidance and
in agricultural cooperative management development. This study was carried out
in 10 provinces by purposive sampling in which we used primer and secunder
data. Then it was used and improved for guidance and development of cooperative
management in agriculture sector based on focus group discussion (FGD) with
related institution, then to be analyzed descriptively by using Microsoft Excel
program and SPSS version 11.0. Cooperative role in off-farm sector is very low
when seen from corporation status as processing industry with less than 1 %
agricultural sector of cooperatives operating in agricultural processing
industry with exception in veterinary sector of 3%. Model of agribusiness
institution to be developed including farmers become one of factors for supply
chain management where farmers are to be positioned as subject of decision
maker not just workers.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Selama Pembangunan Jangka Panjang ke 1 (PJP-1)
Indonesia telah mencatat berbagai kemajuan ekonomi, hal ini ditunjukkan oleh
beberapa indikator antara lain : (a) pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,5% mulai
tahun 1970 samapi tahun 1997, (b) jumlah penduduk miskin secara relatif dan
absolut berkurang, (c) penurunan riil pertumbuhan penduduk dari 2,4% hingga
1,9%, (d) perbaikan infrastruktur jalan, kesehatan dan telekomunikasi. Kemajuan
ekonomi di Indonesia sekarang dapat dikatakan telah mengalami perbaikan yang
cukup berarti, namun demikian masih banyak menghadapi berbagai masalah yang
harus diselesaikan dalam pembangunan tahap ke II abad ke 21, karena ternyata
keberhasilan tersebut belum mampu mengangkat kehidupan ekonomi rakyat di
pedesaan yang bertumpu pada sektor pertanian.
Padahal Indonesia sebagai negara berkembang,
memiliki kondisi dimana : (a) sektor pertanian memegang peranan strategis
sebagai sumber mata pencaharian bagi penduduk yang tersebar, (b) memproduksi
komoditi primer baik untuk konsumsi maupun industri pengolahan, (c) tempat
pelemparan hasil industri dan (d) pertanian masih merupakan kantong penduduk
miskin. Masalah utama yang dihadapi dalam pembangunan sektor pertanian adalah
belum tersedianya konsep dan strategi pembangunan pertanian yang jelas,
dikaitkan dengan peranan kelembagaan koperasi yang mampu mengangkat tingkat
pendapatan koperasi dan masyarakat pedesaan.
Guna memecahkan masalah diatas khususnya untuk
mengatasi kemiskinan, penganguran, ketertinggalan, peningkatan produktivitas
ekonomi pedesaan dalam waktu 26 tahun terakhir (1969-2003) pemerintah Indonesia
melakukan berbagai kebijakan antara lain : (a) melipatgandakan produksi pangan
terutama beras melalui introduksi teknologi baru (bibit unggul dan pupuk), (b)
mendorong koperasi pedesaan untuk penyalur input dan pemasaran hasil pertanian,
(c) program pembangunan desa miskin melalui Inpres Desa Tertinggal (IDT), (d) perkembangan
perkebunan inti rakyat diberbagai komoditi pertanian dan (e) berbagai program
lain yang penting perlu dicatat yaitu Green Revolution (instensifikasi tanaman
padi). Namun berbagai terobosan program baru tersebut belum dapat menyelesaikan
permasalahan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat secara baik.
Dalam mengantisipasi kondisi sebagaimana disebutkan
diatas, kelembagaan koperasi perlu direposisi agar koperasi di pedesaan dapat
menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi. Reposisi ini dimaksudkan
supaya koperasi di pedesaan memiliki kompetensi untuk mengelola usaha pertanian
yaitu kegiatan agribisnis dan agroindustri, meliputi kegiatan : (1) up-stream
(hulu) yaitu penyaluran kredit dan sarana produksi, (2) on-farm yaitu produksi yang
dilakukan oleh anggota, serta (3) off-farm (hilir) yaitu pengolahan dari yang
sederhana sampai agroindustri dan pemasaran.
Aspek studi dalam penelitian ini meliputi
:(1)Melakukan studi dan evaluasi kondisi riil saat ini terhadap koperasi
dibidang pertanian dan usaha kecil pedesaan. (2) Mengklasifikasi tipe koperasi
dibidang pertanian dan faktor-faktor penghambat. (3) Menyusun desain
pengembangan koperasi dibidang pertanian dan usaha kecil pedesaan. (4) Menyusun
draft election pengembangan koerasi dibidang pertanian.
Pokok masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut : (1) bagaimana fleksibilitas kelembagaan koperasi dalam
mengantisipasi dinamika perubahan akibat restrukturisasi usaha pertanian, (2)
bagaimana partisipasi anggota koperasi dalam reposisi peran koperasi. (3)
bagaimana model pembinaan dan pengembangan manajemen koperasi bidang pertanian.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengkaji
pengaruh pola restrukturisasi usaha pertanian dan usaha kecil pertanian serta
implementasi terhadap reposisi kelembagaan koperasi dengan melakukan kajian
antara lain : (1) mengidentifikasi fleksibilitas kelembagaan koperasi dalam
mengantisipasi dinamika perubahan akibat restrukturisasi usaha pertanian, (2)
menganalisis partisipasi anggota koperasi dalam reposisi peran koperasi, (3)
menyusun dan menyempurnakan model pembinaan dan pengembangan manajemen koperasi
dibidang pertanian.
2.1
Landasan Teori
Sejak pemerintahan orde baru kegiatan pertanian
diarahkan kepada bagaimana pencapaian produksi atau lebih kepada pengembangan
subsistem usaha pertanian. Pada kegiatan on-farm yang didukung dengan kebijakan
untuk peningkatan produksi melalui program intensifikasi pertanian. Hal ini
terkait dengan program pemerintah melalui pengadaan pengairan, sarana produksi,
benih unggul, pestisida serta pembukaan lahan-lahan pertanian terutama di luar
Jawa seperti proyek gambut sejuta hektar di Kalimantan. Program tersebut
bermuara pada pengadaan pangan nasional. Namun disadari bahwa program tersebut
belum memberi kepada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani
(Soetrisno, 2003).
Penjabaran UU Nomor 12 Tahun 1967 khususnya
menyangkut pembangunan pedesaan dinyatakan dalam kebijaksanaan pemerintah
melalui Intruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1973 tentang pengaturan dan pembinaan
Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Kelembagaan suatu organisasi ekonomi perlu
mendapat perhatian lebih besar.
Berkaitan dengan pandangan kelembagaan atas struktur
hak kepemilikan dan perkembangan kegiatan koperasi. Cook (1995) menyatakan
bahwa koperasi akan berkembang secara bertahap, dimana tantangan yang dihadapi
pada setiap tahap adalah hasil dari perubahan struktur hak yang dialami pada
tahap sebelumnya.
Cook (1995) mendasari hipotesa yang diajukannya
mengenai perkembangan koperasi pada hasil penelitiannya dan hasil penelitian
lain seerta data perkembangan koperasi pertanian dan pedesaan di Amerika dan
Kanada dari tahun 1951-1961. Selama periode tersebut terdapat koperasi yang
berhenti berusaha, ada koperasi yang tetap dan bertahan dan ada
koperasi-koperasi baru yang tumbuh. Dalam rentang 40 tahun yang diamati
beberapa koperasi lahir, tumbuh dan berkembang serta beberapa koperasi tutup.
Kesimpulan dari pengamatan Cook adalah koperasi menujukkan perkembangan jika
dilihat dari pertumbuhan nilai usaha dan perkembangan tersebut tidak
berhubungan dengan waktu.
2.2. Hasil
Penelitian yang Relevan
Hipotesa Cook menyimpulkan bahwa perkembangan
koperasi, khususnya koperasi pertanian mengikuti empat tahap, dimana dua tahap
adalah tahapkeseimbangan dan dua tahap lainnya adalah tahap
ketidakseimbangan. Koperasi pertanian di Amerika umumnya dikembangkan atas dua
pertimbangan pokok yaitu pertama, untuk mengatur mengendalikan produksi dan
pasokan diantara para produsen sehingga para produsen tidak saling bersaing.
Kedua, untuk menghimpun para produsen (petani) guna menghadapi pasar yang tidak
sempurna dalam monopoli atau oligopoli pada pasar sarana produksi dan monopsoni
atau oligopsoni pada pasar produk. Kedua alasan tersebut pada dasarnya adalah
usaha petani produsen atas inisiatif sendiri untuk bersama-sama berusaha
bertahan menghadapi kesulitan usaha yang dihadapi, sehingga pada kondisi ini
koperasi berada pada tahap defensif. Hasil yang diharapkan dari koperasi pada
tahap ini adalah peningkatan kekuatan rebut tawar petani (anggota) yang
diwujudkan dalam bentuk tindakan dan perilaku usaha koperasi.
2.3.
Terminologi dan Definisi Operasional
Reposisi adalah upaya merubah
posisi KUD yang hampir stagnan menuju posisi baru yang lebih variabel serta
sesuai dengan perkembangan masyarakat. Perlunya reposisi pengembangan
kelembagaan koperasi pedesaan disebabkan karena terjadinya perubahan
pemerintahan dan kebijakan dibidang ekonomi yang mengakibatkan KUD yang dikenal
sebagai instrumen pemerintah mengalami kesulitan dan kehilangan arah. Reposisi
dimaksudkan agar KUD dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan. Posisi KUD
sekarang dan reposisi yang diharapkan dapat digambarkan pada Tabel. 1 berikut
Nama / NPM : Amalia Novianti /20211646
Kelas : 2EB09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar