Sabtu, 29 Desember 2012

Review 1: POLA RESTRUKTURISASI USAHA PERTANIAN DAN USAHA KECIL PEDESAAN SERTA IMPLEMENTASINYA TERHADAP REPOSISI KELEMBAGAAN KOPERASI*)

Review
POLA RESTRUKTURISASI USAHA PERTANIAN
DAN USAHA KECIL PEDESAAN SERTA IMPLEMENTASINYA
TERHADAP REPOSISI KELEMBAGAAN KOPERASI*)
Oleh:
Togap Tambunan
Berisi :
Abstract dan Pendahuluan
Abstract
This study aims at : (1) identifying cooperative institution flexibility in anticipating dynamic of change affected by restructure of agriculture business; (2) analyzing participation of cooperative members in cooperative role reposition; (3) organizing and improving model of guidance and in agricultural cooperative management development. This study was carried out in 10 provinces by purposive sampling in which we used primer and secunder data. Then it was used and improved for guidance and development of cooperative management in agriculture sector based on focus group discussion (FGD) with related institution, then to be analyzed descriptively by using Microsoft Excel program and SPSS version 11.0. Cooperative role in off-farm sector is very low when seen from corporation status as processing industry with less than 1 % agricultural sector of cooperatives operating in agricultural processing industry with exception in veterinary sector of 3%. Model of agribusiness institution to be developed including farmers become one of factors for supply chain management where farmers are to be positioned as subject of decision maker not just workers.

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Selama Pembangunan Jangka Panjang ke 1 (PJP-1) Indonesia telah mencatat berbagai kemajuan ekonomi, hal ini ditunjukkan oleh beberapa indikator antara lain : (a) pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,5% mulai tahun 1970 samapi tahun 1997, (b) jumlah penduduk miskin secara relatif dan absolut berkurang, (c) penurunan riil pertumbuhan penduduk dari 2,4% hingga 1,9%, (d) perbaikan infrastruktur jalan, kesehatan dan telekomunikasi. Kemajuan ekonomi di Indonesia sekarang dapat dikatakan telah mengalami perbaikan yang cukup berarti, namun demikian masih banyak menghadapi berbagai masalah yang harus diselesaikan dalam pembangunan tahap ke II abad ke 21, karena ternyata keberhasilan tersebut belum mampu mengangkat kehidupan ekonomi rakyat di pedesaan yang bertumpu pada sektor pertanian.
Padahal Indonesia sebagai negara berkembang, memiliki kondisi dimana : (a) sektor pertanian memegang peranan strategis sebagai sumber mata pencaharian bagi penduduk yang tersebar, (b) memproduksi komoditi primer baik untuk konsumsi maupun industri pengolahan, (c) tempat pelemparan hasil industri dan (d) pertanian masih merupakan kantong penduduk miskin. Masalah utama yang dihadapi dalam pembangunan sektor pertanian adalah belum tersedianya konsep dan strategi pembangunan pertanian yang jelas, dikaitkan dengan peranan kelembagaan koperasi yang mampu mengangkat tingkat pendapatan koperasi dan masyarakat pedesaan.
Guna memecahkan masalah diatas khususnya untuk mengatasi kemiskinan, penganguran, ketertinggalan, peningkatan produktivitas ekonomi pedesaan dalam waktu 26 tahun terakhir (1969-2003) pemerintah Indonesia melakukan berbagai kebijakan antara lain : (a) melipatgandakan produksi pangan terutama beras melalui introduksi teknologi baru (bibit unggul dan pupuk), (b) mendorong koperasi pedesaan untuk penyalur input dan pemasaran hasil pertanian, (c) program pembangunan desa miskin melalui Inpres Desa Tertinggal (IDT), (d) perkembangan perkebunan inti rakyat diberbagai komoditi pertanian dan (e) berbagai program lain yang penting perlu dicatat yaitu Green Revolution (instensifikasi tanaman padi). Namun berbagai terobosan program baru tersebut belum dapat menyelesaikan permasalahan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat secara baik.
Dalam mengantisipasi kondisi sebagaimana disebutkan diatas, kelembagaan koperasi perlu direposisi agar koperasi di pedesaan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi. Reposisi ini dimaksudkan supaya koperasi di pedesaan memiliki kompetensi untuk mengelola usaha pertanian yaitu kegiatan agribisnis dan agroindustri, meliputi kegiatan : (1) up-stream (hulu) yaitu penyaluran kredit dan sarana produksi, (2) on-farm yaitu produksi yang dilakukan oleh anggota, serta (3) off-farm (hilir) yaitu pengolahan dari yang sederhana sampai agroindustri dan pemasaran.
Aspek studi dalam penelitian ini meliputi :(1)Melakukan studi dan evaluasi kondisi riil saat ini terhadap koperasi dibidang pertanian dan usaha kecil pedesaan. (2) Mengklasifikasi tipe koperasi dibidang pertanian dan faktor-faktor penghambat. (3) Menyusun desain pengembangan koperasi dibidang pertanian dan usaha kecil pedesaan. (4) Menyusun draft election pengembangan koerasi dibidang pertanian.
Pokok masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : (1) bagaimana fleksibilitas kelembagaan koperasi dalam mengantisipasi dinamika perubahan akibat restrukturisasi usaha pertanian, (2) bagaimana partisipasi anggota koperasi dalam reposisi peran koperasi. (3) bagaimana model pembinaan dan pengembangan manajemen koperasi bidang pertanian.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengkaji pengaruh pola restrukturisasi usaha pertanian dan usaha kecil pertanian serta implementasi terhadap reposisi kelembagaan koperasi dengan melakukan kajian antara lain : (1) mengidentifikasi fleksibilitas kelembagaan koperasi dalam mengantisipasi dinamika perubahan akibat restrukturisasi usaha pertanian, (2) menganalisis partisipasi anggota koperasi dalam reposisi peran koperasi, (3) menyusun dan menyempurnakan model pembinaan dan pengembangan manajemen koperasi dibidang pertanian.
2.1 Landasan Teori
Sejak pemerintahan orde baru kegiatan pertanian diarahkan kepada bagaimana pencapaian produksi atau lebih kepada pengembangan subsistem usaha pertanian. Pada kegiatan on-farm yang didukung dengan kebijakan untuk peningkatan produksi melalui program intensifikasi pertanian. Hal ini terkait dengan program pemerintah melalui pengadaan pengairan, sarana produksi, benih unggul, pestisida serta pembukaan lahan-lahan pertanian terutama di luar Jawa seperti proyek gambut sejuta hektar di Kalimantan. Program tersebut bermuara pada pengadaan pangan nasional. Namun disadari bahwa program tersebut belum memberi kepada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani (Soetrisno, 2003).
Penjabaran UU Nomor 12 Tahun 1967 khususnya menyangkut pembangunan pedesaan dinyatakan dalam kebijaksanaan pemerintah melalui Intruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1973 tentang pengaturan dan pembinaan Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Kelembagaan suatu organisasi ekonomi perlu mendapat perhatian lebih besar.
Berkaitan dengan pandangan kelembagaan atas struktur hak kepemilikan dan perkembangan kegiatan koperasi. Cook (1995) menyatakan bahwa koperasi akan berkembang secara bertahap, dimana tantangan yang dihadapi pada setiap tahap adalah hasil dari perubahan struktur hak yang dialami pada tahap sebelumnya.
Cook (1995) mendasari hipotesa yang diajukannya mengenai perkembangan koperasi pada hasil penelitiannya dan hasil penelitian lain seerta data perkembangan koperasi pertanian dan pedesaan di Amerika dan Kanada dari tahun 1951-1961. Selama periode tersebut terdapat koperasi yang berhenti berusaha, ada koperasi yang tetap dan bertahan dan ada koperasi-koperasi baru yang tumbuh. Dalam rentang 40 tahun yang diamati beberapa koperasi lahir, tumbuh dan berkembang serta beberapa koperasi tutup. Kesimpulan dari pengamatan Cook adalah koperasi menujukkan perkembangan jika dilihat dari pertumbuhan nilai usaha dan perkembangan tersebut tidak berhubungan dengan waktu.

2.2. Hasil Penelitian yang Relevan
Hipotesa Cook menyimpulkan bahwa perkembangan koperasi, khususnya koperasi pertanian mengikuti empat tahap, dimana dua tahap adalah tahap“keseimbangan” dan dua tahap lainnya adalah tahap ketidakseimbangan. Koperasi pertanian di Amerika umumnya dikembangkan atas dua pertimbangan pokok yaitu pertama, untuk mengatur mengendalikan produksi dan pasokan diantara para produsen sehingga para produsen tidak saling bersaing. Kedua, untuk menghimpun para produsen (petani) guna menghadapi pasar yang tidak sempurna dalam monopoli atau oligopoli pada pasar sarana produksi dan monopsoni atau oligopsoni pada pasar produk. Kedua alasan tersebut pada dasarnya adalah usaha petani produsen atas inisiatif sendiri untuk bersama-sama berusaha bertahan menghadapi kesulitan usaha yang dihadapi, sehingga pada kondisi ini koperasi berada pada “tahap defensif”. Hasil yang diharapkan dari koperasi pada tahap ini adalah peningkatan kekuatan rebut tawar petani (anggota) yang diwujudkan dalam bentuk tindakan dan perilaku usaha koperasi.
2.3. Terminologi dan Definisi Operasional
Reposisi adalah upaya merubah posisi KUD yang hampir stagnan menuju posisi baru yang lebih variabel serta sesuai dengan perkembangan masyarakat. Perlunya reposisi pengembangan kelembagaan koperasi pedesaan disebabkan karena terjadinya perubahan pemerintahan dan kebijakan dibidang ekonomi yang mengakibatkan KUD yang dikenal sebagai instrumen pemerintah mengalami kesulitan dan kehilangan arah. Reposisi dimaksudkan agar KUD dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan. Posisi KUD sekarang dan reposisi yang diharapkan dapat digambarkan pada Tabel. 1 berikut


Nama / NPM   : Amalia Novianti /20211646
Kelas               : 2EB09





Tidak ada komentar:

Posting Komentar